Sepertinya
mataku mulai terasa berkunang-kunang. Entahlah, mungkin mataku ini sedang
berdemo karena seharian ini aku berjibaku dengan layar laptop ASUS 10 inch-ku, juga dengan PC Hewlett-Packard kantorku
yang berdiri manis di atas meja kantorku. Tapi ini memang rutinitasku, kok.
Menghadapi makhluk yang bernama komputer dan sebangsanya.
Ya,
kenyataannya adalah: aku seorang staf quality
management di salah satu perusahaan asing yang bergerak di bidang farmasi,
tetapi aku bermimpi ingin menjadi seorang penulis, juga… penyiar radio. Is it too much for having so many-many-many
dreams? Aku rasa tidak. Toh, semua orang punya hak untuk bermimpi setinggi
gunung, bukan? Tumpuklah mimpi-mimpi itu melebihi Gunung Himalaya. Tidak
berdosa, bukan? Aku rasa prinsipku itu benar adanya, but you can choose to debate me, anyway.
Kembali
lagi pada roda kenyataan. Yap, I’m a
pharmacist, yang nyatanya sangat-sangat-sangat mencintai dunia yang fleksibel di luar lingkup
pekerjaanku. Bahkan, salah satu sahabatku mengatakan: “Bentukan kamu tuh
bentukan sekretaris, atau orang human
resources department, atau mungkin orang bagian marketing, bukan orang yang duduk diam di belakang meja kantor sebagai
staf bagian pengawasan mutu.”
Hanya
secuil orang yang mengenalku yang tahu dengan pasti bahwa profesi pekerjaanku
memang berbeda jalur dengan minatku sejak remaja. Bagaimana ya
menganalogikannya? Ah, otakku terasa tumpul saat ini, mungkin karena efek
daging yang dibakar berupa sate yang siang tadi kumakan, lengkap dengan es
kelapa muda yang nyatanya sungguh-sungguh berhasil membuatku seakan baru saja
menenggak obat tidur. Pokoknya, ibaratkan aku adalah sekeping koin, dengan
pekerjaan formalku yang kaku berada di salah satu sisinya, lantas satu sisi
lainnya ditempati oleh keinginanku untuk bebas meraih semua mimpi-mimpiku yang
bersifat jauh dari kata kaku.
Ada
yang salah? Tidak, aku rasa. Dulu, waktu SMA, aku memang berpikiran untuk kuliah
di fakultas ilmu komunikasi. Tapi, aku yang dulu masih terbawa-bawa keinginan keluargaku untuk mengambil studi di bidang science, akhirnya banting setir memilih
fakultas farmasi.
Apakah
aku menyesal? Oh, tidak, aku rasa. Titik di mana aku berada saat ini adalah
pilihanku. Masa depan yang dulu aku rancang. Benar, kan?
Yang
jadi masalah saat ini sebenarnya tidak banyak. Aku menyukai pekerjaanku yang
telah kugeluti lebih dari setahun. Tetapi… beberapa bulan ini aku kembali
tergila-gila dengan membaca novel. Entah berapa banyak uang yang harus kurogoh
dari ATM-ku, yang sialnya bisa kugunakan kapan saja dengan mudahnya untuk
membeli buku secara online dengan
menggunakan fasilitas online banking.
Dalam sebulan aku bahkan haus untuk membeli lima hingga sepuluh buku. Aku tahu,
buku-buku itu nyatanya belum semuanya terbaca olehku. Tapi bagaimana lagi?
Hasratku untuk membeli buku memang gila-gilaan. Membuat lupa diri. Dan tentunya
membuat sakit kepala saat menyadari berapa rupiah yang telah kutukar dengan
buku-buku yang kuinginkan itu.
Oke,
lupakan soal nominal, karena bukan itu intinya. Dari kebiasan membaca yang
mulai kulakukan lagi itu lah, satu naluriku yang cukup lama terpendam akhirnya
muncul lagi ke permukaan. Ya, dengan membaca, otomatis, hobi menulisku yang
beberapa tahun sempat bertemu dengan kata jeda pun akhirnya tepercik lagi. Dan,
entah kenapa, seakan semua hal terjadi berurutan dalam beberapa bulan ini, satu
mimpiku yang lain selain menjadi penulis, yaitu menjadi penyiar radio, akan
terealisasi. Iya, hari ini. Beberapa jam lagi aku akan mengudara, membuktikan
kepada ragu yang bertahun-tahun mengendap dalam dadaku. Aku akhirnya bisa
menjadi penyiar, kok. Walaupun untuk membuat mimpiku itu menjadi, perlu satu
proses yang dinamakan menunggu, yang
nyatanya, bukan hanya dalam waktu sekejap mata.