Pages

Wednesday, December 5, 2012

[THE DAYS WITH A DREAMER] Dec 5th, 2012 – 2:59 PM

Sepertinya mataku mulai terasa berkunang-kunang. Entahlah, mungkin mataku ini sedang berdemo karena seharian ini aku berjibaku dengan layar laptop ASUS 10 inch-ku, juga dengan PC Hewlett-Packard kantorku yang berdiri manis di atas meja kantorku. Tapi ini memang rutinitasku, kok. Menghadapi makhluk yang bernama komputer dan sebangsanya.

Ya, kenyataannya adalah: aku seorang staf quality management di salah satu perusahaan asing yang bergerak di bidang farmasi, tetapi aku bermimpi ingin menjadi seorang penulis, juga… penyiar radio. Is it too much for having so many-many-many dreams? Aku rasa tidak. Toh, semua orang punya hak untuk bermimpi setinggi gunung, bukan? Tumpuklah mimpi-mimpi itu melebihi Gunung Himalaya. Tidak berdosa, bukan? Aku rasa prinsipku itu benar adanya, but you can choose to debate me, anyway.

Kembali lagi pada roda kenyataan. Yap, I’m a pharmacist, yang nyatanya sangat-sangat-sangat mencintai dunia yang fleksibel di luar lingkup pekerjaanku. Bahkan, salah satu sahabatku mengatakan: “Bentukan kamu tuh bentukan sekretaris, atau orang human resources department, atau mungkin orang bagian marketing, bukan orang yang duduk diam di belakang meja kantor sebagai staf bagian pengawasan mutu.”


Hanya secuil orang yang mengenalku yang tahu dengan pasti bahwa profesi pekerjaanku memang berbeda jalur dengan minatku sejak remaja. Bagaimana ya menganalogikannya? Ah, otakku terasa tumpul saat ini, mungkin karena efek daging yang dibakar berupa sate yang siang tadi kumakan, lengkap dengan es kelapa muda yang nyatanya sungguh-sungguh berhasil membuatku seakan baru saja menenggak obat tidur. Pokoknya, ibaratkan aku adalah sekeping koin, dengan pekerjaan formalku yang kaku berada di salah satu sisinya, lantas satu sisi lainnya ditempati oleh keinginanku untuk bebas meraih semua mimpi-mimpiku yang bersifat jauh dari kata kaku.


Ada yang salah? Tidak, aku rasa. Dulu, waktu SMA, aku memang berpikiran untuk kuliah di fakultas ilmu komunikasi. Tapi, aku yang dulu masih terbawa-bawa keinginan keluargaku untuk mengambil studi di bidang science, akhirnya banting setir memilih fakultas farmasi.


Apakah aku menyesal? Oh, tidak, aku rasa. Titik di mana aku berada saat ini adalah pilihanku. Masa depan yang dulu aku rancang. Benar, kan?


Yang jadi masalah saat ini sebenarnya tidak banyak. Aku menyukai pekerjaanku yang telah kugeluti lebih dari setahun. Tetapi… beberapa bulan ini aku kembali tergila-gila dengan membaca novel. Entah berapa banyak uang yang harus kurogoh dari ATM-ku, yang sialnya bisa kugunakan kapan saja dengan mudahnya untuk membeli buku secara online dengan menggunakan fasilitas online banking. Dalam sebulan aku bahkan haus untuk membeli lima hingga sepuluh buku. Aku tahu, buku-buku itu nyatanya belum semuanya terbaca olehku. Tapi bagaimana lagi? Hasratku untuk membeli buku memang gila-gilaan. Membuat lupa diri. Dan tentunya membuat sakit kepala saat menyadari berapa rupiah yang telah kutukar dengan buku-buku yang kuinginkan itu.


Oke, lupakan soal nominal, karena bukan itu intinya. Dari kebiasan membaca yang mulai kulakukan lagi itu lah, satu naluriku yang cukup lama terpendam akhirnya muncul lagi ke permukaan. Ya, dengan membaca, otomatis, hobi menulisku yang beberapa tahun sempat bertemu dengan kata jeda pun akhirnya tepercik lagi. Dan, entah kenapa, seakan semua hal terjadi berurutan dalam beberapa bulan ini, satu mimpiku yang lain selain menjadi penulis, yaitu menjadi penyiar radio, akan terealisasi. Iya, hari ini. Beberapa jam lagi aku akan mengudara, membuktikan kepada ragu yang bertahun-tahun mengendap dalam dadaku. Aku akhirnya bisa menjadi penyiar, kok. Walaupun untuk membuat mimpiku itu menjadi, perlu satu proses yang dinamakan menunggu, yang nyatanya, bukan hanya dalam waktu sekejap mata.