Pages

Thursday, February 28, 2013

[Part 1 - TIARA] Chapter 1.1

You Don't Know What I Feel, Do Ya?


So then, i'll be a bad boy--as you always think--even in fact, i'm tryin' to be the opposite one of it.

Jleb. Rasanya ada sebongkah batu besar yang meluncur masuk ke dalam mulutku, kemudian berhenti tepat di pangkal tenggorokanku. Tenggorokanku itu nyatanya tidak berdarah. Hatiku. Hatiku yang terluka.

Aku membaca ulang status blackberry messenger pacarku. Statement yang baru saja dia tulis pasti dia tujukan untukku. Iya, untukku. Siapa lagi? Orang yang beberapa bulan ini berada di jajaran terdepan yang merecoki tindak-tanduknya adalah... aku.

Aku hanya bisa menghela napas melihat rangkaian kata yang terpampang di depan mataku yang kini mulai berkedut menahan buncahan tangis yang mungkin akan membanjiri wajahku, padahal kini aku masih dalam jam kerja. Ingin rasanya aku mengirim pesan kepadanya: I love you damn much! You just don't know what i'm afraid of ! I DON'T WANNA LOSE YOU!

"Tiara."

Tubuhku menegak. Aku mengerjapkan mata berkali-kali, berusaha agar air mataku tidak keluar dari persembunyiannya.

"Tiara?"

Aku menarik ujung bibirku sebelum memutar tubuhku yang sedang duduk di kursi kerjaku. "Kenapa, Van?" aku bertanya sesantai mungkin kepada teman kerjaku yang merangkap sebagai sahabatku. Kami bergabung dalam satu tim marketing yang sama di salah satu perusahaan farmasi di Jakarta--tempat kami bekerja  saat ini.

Vanessa yang tampak elegan dengan setelan blazer berwarna cream dan rok di atas lutut yang tampak disetrika sempurna, menatapku dengan tatapan penuh tanya. "Kamu baik-baik aja?" Dia melangkahkan kakinya, bergerak dari bibir pintu ruangan ke arahku yang refleks menundukkan kepalaku untuk menghindari tatapannya yang seakan bisa membaca pikiranku.

"I'm good."

Vanessa menghentikan langkahnya di dekat meja kerjanya, kemudian menarik kursi kerjanya agar mendekat ke tempatku duduk. "Kenapa lagi dengan Rian?" tanyanya langsung.

Aku menelan ludah. Masih dengan menundukkan kepalaku, sekuat tenaga aku berusaha untuk tersenyum. "Enggak ada apa-apa," jawabku berbohong. Aku mendongakkan kepala lalu melanjutkan ucapanku, "Cuma butuh kesabaran, kan?" tanyaku miris.

Vanessa yang duduk di depanku, menggelengkan kepalanya. Ia lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menghembuskan napas dengan kasar. "Sampai kapan Rian bersikap kayak gini?"

Aku hanya terpaku mendengar pertanyaannya. Iya... sampai kapan?

"Sekarang mending kamu pikirin dulu kerjaan, Ra. Bentar lagi kita mesti ke Bekasi untuk ketemu supplier. Don't ruin your job 'cause of your personal feeling, dear." Vanessa tersenyum kepadaku, berusaha menyemangatiku.

Aku tersenyum lemah. Aku hanya berharap hari-hariku bisa seperti dulu lagi... saat lelaki yang telah kukenal selama enam tahun lebih... menjadi sosok yang selalu memberi hangat dalam hariku.

"Ayo," ajak Vanessa seraya bangkit dari kursinya.

Aku memandangi blackberry-ku sebelum akhirnya menulis:

Aku kangen kamu.

"Ra?"

Aku mendongak saat Vanessa yang sudah berjalan melewati pintu, melongokkan kepala ke arahku. "Ayo."

Aku bangkit dari dudukku, lalu mengambil tasku dari atas meja, masih dengan menggenggam blackberry-ku. Sesaat kemudian, hatiku mencelos. Tanda R--huruf pertama dari read, yang menandakan pesanku sudah dibaca oleh Rian--muncul di samping tulisanku tadi. Aku melangkahkan kakiku, masih terfokus memandangi benda dalam genggamanku.

Semenit berlalu. Tidak juga ada balasan. Rasanya kegelisahanku kini telah berbentuk seperti bola salju yang semakin lama semakin menggunung.

Tuesday, February 26, 2013

Sebuah Catatan Tentang Seorang Pemimpi...

Perlu waktu dan kesabaran, juga perjuangan untuk menjadikan suatu mimpi menjadi suatu nyata...

That's the most powerful words about writing stuffs, maybe.
Aku percaya itu, karena aku ada di titik itu.

Mungkin hanya segelintir orang yang tahu bagaimana on fire-nya aku dulu saat SMA--sekitar sepuluh tahun yang lalu. Berbekal hobi membaca novel, aku memberanikan diri untuk mencoba menulis novel--helai demi helai kertas naskah. 

Saat itu, aku ingat dengan jelas, judul naskah novel pertamaku, Flylicious, yang dibaca oleh beberapa teman-teman di SMA. Naskah mentah itu kemudian sempat kukirimkan ke dua penerbit mayor, yang akhirnya bertemu pada kata: ditolak untuk diterbitkan.

Apakah aku merasa terjatuh saat itu?
Yes, i did. I felt so damn down.
Mentalku saat itu sempat nge-drop--benar-benar nge-drop--yang kemudian selanjutnya diperkuat dengan kesibukan semasa kuliah yang membuatku lupa akan passion-ku dalam menulis.

Namun ada masanya, di pertengahan masa kuliah, aku mencoba menulis lagi. Sebuah naskah yang berjudul Fairy Tale of Aylaneena. Selama periode penulisannya, aku sempat buntu sana-sini dan memakan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan naskah itu dikarenakan satu hal: aku bertemu dengan jalan buntu--tidak ada ide.
Honestly, aku menyesali periode tidak ada ide itu... karena yang kurasakan sekarang... ide itu ada bila aku sungguh-sungguh berniat untuk terus menulis.

Fairy Tale of Aylaneena pun rampung... tanpa kukirimkan ke penerbit manapun saat itu. Aku masih terlalu takut untuk merasakan sebuah penolakan.

Masih dalam masa-masa kuliah, aku sempat menulis. Sebuah naskah yang berjudul Azure (Langit Biru) yang mengalami hal sama dengan naskah sebelumnya--tidak bertemu dengan kata: the end.

Barulah setahun yang lalu, aku memberanikan diri lagi untuk membereskan naskah Azure (Langit Biru) yang ternyata dulu baru kutulis separuhnya.

Tahun lalu, aku memiliki tiga naskah novel:
1. Flylicious yang berganti judul menjadi (Un)Broken Wings.
2. Fairy Tale of Aylaneena
3. Azure (Langit Biru)

FYI, ketiganya aku ikut sertakan dalam sebuah lomba penulisan novel yang diadakan salah satu penerbit mayor. Dan ketika ketiganya tidak memenangkan lomba itu... lagi-lagi aku merasa kecewa.

Tapi untuk kali ini, aku tidak akan menyerah seperti masa-masa beberapa tahun yang lalu.
Naskahku ditolak... but it wasn't the end of the world. 
Ada yang kurang atau salah dengan tulisanku. 
Pasti ada yang harus kulakukan. 
Aku harus memperbaiki tulisanku.

Pada titik balik dari penolakan itu, aku belajar. Aku tidak menyerah.
Aku terus menulis. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa banyak hal yang harus kuperbaiki dari tulisanku. Banyaaak sekali. 

Aku kemudian mengikuti berbagai lomba menulis yang infonya kudapatkan dari internet. Ya... aku berburu lomba--salah satu metode yang menjadi parameter untuk memperbaiki tulisanku.

Satu hal yang baru tahun kemarin aku mengerti setelah aku tidak memenangkan lomba adalah: aku harus membaca literatur/referensi sebanyak-banyaknya agar cara penulisanku berkembang. Agar tulisanku menjadi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik.

Dan akhirnya, Tuhan memberiku kesempatan yang aku mimpikan: aku bermimpi karyaku dibukukan

Satu tulisanku yang diambil berdasarkan kisah nyata hidupku sendiri, memenangkan sebuah lomba menulis yang diadakan oleh Penerbit Gradien Mediatama
And the Miracle is You... menjadi salah satu pemenang di Lomba True Love Stories. Hadirlah buku True Love Stories--hasil karya 20 orang pemenang--yang kemudian ikut menghiasi berbagai toko buku di Indonesia, termasuk toko buku online.

Tuhan Maha Baik. 
Dia memberiku kesempatan itu melalui Penerbit Gradien Mediatama yang memfasilitasi terwujudnya mimpiku itu.

Kebahagiaanku kemudian dilengkapi dengan satu karyaku lagi yang menjadi salah satu pemenang di Lomba Curhat LDR yang juga diterbitkan Penerbit Gradien Mediatama. Satu lagi tulisanku dibukukan, bersama 29 pemenang lainnya. 

Selama proses menunggu buku-buku itu dibukukuan, beberapa bulan lalu aku juga mengikuti beberapa lomba penulisan novel. Tiga naskah yang berbeda--dua diantaranya adalah naskah yang baru kutulis--kucoba ikutsertakan dalam ketiga lomba itu. Sedangkan satu naskah yang kukirimkan, adalah naskah (Un)Broken Wings yang telah ku-rewrite, entah keberapa kali saking banyaknya aku re-write naskah tersebut.

Lagi, selama periode menunggu pengumuman akan berbagai lomba itu... aku terus menulis. Naskah novel, naskah cerpen, semua yang bisa kutulis, aku tulis.

Aku terus menulis. Sebisa mungkin. 
Menulis dengan dibarengi membaca... karena aku perlu membaca untuk memperluas ilmu dalam dunia penulisan.

Dan satu hal istimewa yang kemudian terjadi adalah... Penerbit Gradien Mediatama memberikan penawaran beasiswa untuk mengikuti kelas penulisan novel

Mengetahui adanya penawaran itu, aku mengirimkan proposal naskahku. Aku berharap ada satu kesempatan yang mengizinkanku untuk belajar sesungguhnya tentang dunia penulisan--bukan hanya belajar otodidak seperti yang selama ini kulakukan.

Rasanya aku tidak bisa berdiri di atas kakiku sendiri saat pihak Penerbit Gradien Mediatama memberitahuku bahwa aku berhasil mendapatkan beasiswa itu. Aku terpilih menjadi penerima beasiswa itu.

Aku bahagia sampai aku nyaris menangis. Aku diberi kesempatan untuk belajar lagi. Lagi.

Tuhan Maha Baik.
Kesempatan demi kesempatan Dia berikan untukku... walaupun butuh waktu nyaris sepuluh tahun untukku untuk menjadikannya nyata.
Bukan waktu yang sebentar, bukan? :)

So... here i am now.. trying to do my best... 
I'll learn... learn... and learn...
And absolutely... i won't stop to learn...

Aku berada di titik awal... untuk melakukan yang terbaik bagi mimpi-mimpiku. Iya, ini hanyalah sebuah titik awal. Masih sangat banyak yang harus kupelajari.

And with all my heart... i'll do my very best.


With love,

Pia Devina


  





Thursday, February 14, 2013

ANOTHER DREAM THAT'S COMING TRUE...











February 14th, 2013...


Mungkin di tanggal 14 Februari tahun ini, orang-orang tengah merayakan hari valentine--or whatever they called it as a day of love. 
Tapi buatku, tanggal 14 Februari 2013 ini memang hari penuh cinta. Bukan tentang valentine. Tapi tentang salah satu cintaku... yang juga adalah mimpiku.
Setelah bertahun-tahun lamanya aku memimpikan dapat melihat namaku ada di buku yang bertengger di deretan buku-buku di toko buku... finally the dream comes true.

For real...

It finally happened...

Mimpi itu menjadi nyata...

Even it just a piece of a story in a book which consists of 20 stories--from 20 people... aku bersyukur, karena secara perlahan, mimpi itu mulai bisa kuraih.

Terima kasih Tuhan... You gave the chance... You may still and always will give me the chances...

Terima kasih untuk Penerbit Gradien Mediatama yang telah memilih tulisanku untuk menjadi salah satu pemenang di Lomba "True Love Stories" yang diadakan beberapa bulan yang lalu...

Dan terima kasih... untuk kamu... yang telah dan selalu menjadi inspirasi dalam hidupku. You don't know how grateful i am to have you in my life. Tulisan "And the Miracle is You..." aku persembahkan untuk kamu. Untuk kita. Untuk cerita kita.



With love,
February 15th, 2013
9:10 AM
Pia Devina