Pages

Saturday, September 22, 2012

[Flash Fiction] Delia

"Hey, jangan memasang tampang seperti itu!"
Aku ingat dengan jelas bagaimana ekspresi Delia saat mengatakan hal itu. Saat itu, dia berdiri di hadapanku, sebelum aku beranjak menuju gate terminal keberangkatanku ke Singapura. Mata bulatnya yang selalu tampak berbinar, seolah mencari cara untuk mengalihkan rasa khawatir yang menghinggapi dadaku.

"Cukup satu setengah jam, kamu bisa langsung terbang ke Jakarta, nanti aku pasti jemput kamu ke bandara ini," lanjutnya lagi seraya memamerkan senyumnya. Sedetik kemudian, dia merentangkan tangannya lebar-lebar. "Hug me," ucapnya seraya memejamkan matanya.

"Apakah ada minuman yang ingin anda pesan, Pak?" seorang pramugari berseragam merah membuyarkan lamunanku.
Buru-buru aku menggelengkan kepala, "Enggak usah, terima kasih." 
Pramugari itu lantas mengangguk sopan dan tersenyum kepadaku, memberiku kesempatan untuk kembali berbaur dengan semua yang ada di sel abu-abu otakku. 

Delia. 
Hampir sepuluh tahun aku mengenalnya, semenjak aku duduk di bangku SMP. Dia yang adalah adik kelasku dulu, selalu berusaha mendekatiku dengan alasan: "Kakak mirip abangku yang udah enggak ada".

Kala itu, aku ingat bagaimana dia berlari mengejarku sepulang sekolah. Dengan seragam putih birunya yang agak longgar, plus backpack berwarna orange yang bertengger manis di punggungnya. "Abangku selalu menungguku sepulang sekolah dan selalu berjalan bersamaku," serunya sambil terengah menjajari langkahku. Kala itu, aku merasa terganggu dengan kehadirannya. Bagaikan makhluk asing dari UFO yang tiba-tiba saja merecoki hidupku.

Namun, ternyata waktu memiliki caranya sendiri untuk mempertemukan manusia. Aku dan dia, bersama menghabiskan waktu kami, dalam suka dan duka. 

Hingga akhirnya aku berada di titik ini. Tidak berada di sampingnya, disaat dia sangat membutuhkan aku. Aku yang dengan bodohnya meninggalkannya begitu saja untuk bekerja di salah satu perusahaan arsitektur di Singapura, dengan mimpiku yang selangit, ternyata justru telah mengabaikan kebahagiaanku seutuhnya yang paling berharga. Kehadirannya.

Delia.
Gadis itu menutupi kondisi kesehatannya dariku. Gadis itu masih sempat memikirkan aku yang pasti mengkhawatirkan kondisinya. Dan aku terlalu bodoh untuk tidak menyadari hal itu.

Delia. 
Gadis itu kini terbaring disana. Di salah satu sisi rumah sakit, berjuang melawan penyakitnya. Penyakit yang sama yang dulu merenggut kehidupan kakaknya. Kuharap, ada cerita lain untuk Delia. Semoga keajaiban menemaninya.


No comments:

Post a Comment